KENDARI - Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengumumkan penahanan terhadap tiga Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga terlibat dalam kasus korupsi anggaran belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kantor Badan Penghubung Sultra yang berlokasi di Jakarta. Langkah tegas ini diambil setelah serangkaian pemeriksaan mendalam dan pengumpulan bukti yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Ketiga tersangka yang kini mendekam di balik jeruji besi adalah YY, mantan Pelaksana Tugas Kepala Kantor Badan Penghubung Sultra; AK, yang menjabat sebagai bendahara; dan WKD, mantan Kepala Kantor Badan Penghubung Provinsi Sulawesi Tenggara.
"Ketiganya ASN yang diduga menyalahgunakan APBD 2023 terkait belanja BBM dan pelumas serta kegiatan lainnya pada Badan Penghubung Provinsi Sultra di Jakarta, " ungkap Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi Sultra, Muh Ilham, di Kendari pada Rabu (23/10/2025).
Proses penahanan ini merupakan puncak dari pemeriksaan intensif yang dilakukan oleh penyidik Kejati Sultra pada Rabu kemarin. Selain keterangan saksi ahli, berbagai petunjuk lain juga berhasil dikumpulkan, memperkuat bukti adanya penyalahgunaan anggaran negara.
Menurut Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Aditia Aelman Ali, modus operandi para tersangka cukup licik. WKD, selaku kepala badan, diduga kuat meminta pencairan anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk menunjang operasional kantor, namun justru digunakan untuk menutupi kepentingan pribadinya.
Proses pencairan anggaran ini dilakukan dengan cara yang mengelabui, seolah-olah dana tersebut akan disalurkan kepada para pegawai di badan penghubung. Namun, setelah dana cair dan ditransfer, anggaran tersebut justru diminta kembali oleh tersangka.
"Untuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran, tersangka WKD meminta tersangka AK selaku bendahara untuk membuat bukti-bukti struk pembelian BBM fiktif, " jelas Aditia.
Lebih lanjut, saat tersangka YY menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta, metode pembelian BBM diubah menjadi pengadaan kupon BBM melalui kontrak kerja sama dengan enam Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Namun, penyelidikan mengungkap fakta mengejutkan: hanya satu SPBU yang benar-benar memiliki kerja sama, sementara lima lainnya ternyata fiktif.
"Uang anggaran dari kontrak fiktif yang dicairkan digunakan untuk keperluan-keperluan yang tidak sesuai peruntukannya dan keperluan pribadi tersangka YY dan AK, " imbuhnya.
Terkait kerugian negara yang ditimbulkan, Aditia menyatakan bahwa angka pastinya masih dalam proses penghitungan oleh auditor. Namun, pagu anggaran di kantor tersebut untuk tahun 2023 sendiri mencapai Rp2, 3 miliar.
Dalam pengungkapan kasus ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 20 saksi. Pihak Kejaksaan tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka baru yang masih dalam pendalaman peranannya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Ancaman pidananya bervariasi, mulai dari minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara, serta denda minimal Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Tersangka WKD dan YY akan menjalani masa penahanan selama 20 hari di Lapas Perempuan Kelas II Kendari, terhitung sejak 22 Oktober 2025 hingga 10 November 2025. Sementara itu, tersangka AK akan ditahan di Rutan Kelas IIA Kendari dengan durasi yang sama. (PERS)